Pemerintah Desa Nagrak

Situs Resmi Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur

Pelantikan Kepala Desa Nagrak Periode 2014-2020

Camat Cianjur Bpk. FIRMAN FIRDAUS S, S.IP, M.AP, Melantik Kepala Desa Nagrak Terplih Bpk. Dadan Buldan, S.IP tanggal 07 Januari 2014 Untuk Masa Jabatan Periode 2014-2020

perbaikan

Perbaikan

perbaikan

Contact info

Senin, 24 Maret 2014

EDDY SAMPAK “Buronan Legendaris dari Cianjur”

         20 Agustus 1979, menjelang Lebaran, warga kota cianjur di kejutkan dengan peristiwa perampokan berdarah dingin. Empat orang tewas di tempat, satu meninggal di rumah sakit. Empat lainnya luka-luka.
 Korban tewas adalah Sersan Sutardjat, Daeng Rusyana, Djudjun, Sugandi, dan seorang lelaki yang tak diketahui namanya. Mereka diberondong tanpa ampun. Hari nahas itu, Sersan Mayor Sutardjat, yang merupakan juru bayar Kodim 0608 Cianjur, bertugas mengambil gaji pegawai di Bank Karya Pembangunan, Sukabumi, Jawa Barat. Ia ditemani Enung Sumpena dan dua pegawai sipil, Daeng Rusyana dan Djudjun.
 Setelah selesai mengambil uang gaji itu, kemudian mereka ke kantor Kodim Sukabumi, untuk memasukan uang gaji ke amplop – amplop yang telah disediakan. Saat itu, muncul Sersan Mayor Eddy Sampak. Eddy minta gajinya diberikan duluan. Katanya untuk beli bensin. Karena tak mau melanggar prosedur, Sutardjat hanya meminjamkan uang alakadar miliknya.
 Siang harinya rombongan Sutardjat pulang ke Cianjur menumpang minibus Colt bernomor polisi D-5791-G, yang dikemudikan Iding dengan kenek Sugandi. Eddy bersama temannya bernama Odjeng ikut menumpang. Mereka duduk-duduk di bangku belakang.
 Masuk Cianjur, di daerah Gekbrong, Eddy minta sopir belok ke perkebunan teh. Eddy beralasan hendak mengambil kambing. Setiap menjelang Lebaran, lelaki ini memang kerap menjual daging kambing kepada rekannya. Karena itu, sopir manut saja. Penumpang lain juga tak keberatan.
 Melewati kampung kecil nan senyap, Eddy minta sopir menepikan kendaraan. Waktu menunjukkan pukul 13.30. Saat itulah Eddy mengeluarkan senjata Carl Gustaf dari tas jinjingnya. Senjata itu berikut amunisinya diketahui hilang dari gudang, beberapa bulan sebelumnya. Tanpa banyak bicara, Eddy langsung mengarahkan moncong senjata, kearah teman – temannya, yang kemudian memuntahkan puluhan butir timah panas, secara membabi buta. Setelah itu, Eddy kemudian membakar minibus berisi penumpang yang terluka tembak. Eddy dan Odjeng kabur menggondol duit gaji pegawai Rp 21,3 juta.

Perburuan Sang Pembunuh
 Tanpa disadari oleh Eddy dan Odjeng, Enung Sumpena salah seorang korban, dapat menyelamatkan diri dari kobaran api. Enung Sumpena pada saat itu duduk di dekat pintu mobil. Enung tertembak di bahu kanannya.
 Enung Sumpena, yang melarikan diri terhuyung-huyung, ditolong dua pemuda dusun yang membawanya kepada kepala desa setempat. Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit di Sukabumi. Nyawanya terselamatkan. Enunglah yang melapor perihal ulah Eddy Sampak.
 Perburuan besar-besaran melibatkan petugas gabungan TNI-Polri pun dikerahkan. Perburuan tersebut membawa hasil. Sepekan berselang, 28 Agustus 1979, Eddy ditangkap di Desa Cigintung. Kaki dan pantatnya luka memborok akibat baku tembak dengan petugas keamanan beberapa hari sebelumnya di Pasirdatarwatu.

Odjeng tertangkap pada 24 Agustus di Desa Nagrak. Dari tangan Odjeng, petugas menyita duit Rp 734.000. Petugas menemukan lagi Rp 1,3 juta yang ditanam di sawah. Sedangkan dari Eddy disita Rp 3,75 juta. Total uang yang disita, termasuk dari kerabat Eddy, berjumlah Rp 20 juta lebih.

Kabur dari Penjara
 Pada 13 Juni 1981, pengadilan Militer Priangan-Bogor memvonis Eddy dengan hukuman mati, yang dikuatkan keputusan Mahkamah Agung. Eddy mengajukan grasi, tapi ditolak. Pada 24 Desember 1984, ia nekat melarikan diri dari Rumah Tahanan Militer Inrehab Cimahi.
 Kaburnya Eddy bikin gempar lagi. Banyak pihak waswas, terutama korban selamat, Enung Sampena. Enung merasa ketakuatan serta stress, terlebih ia yang melaporkan Eddy Sampak. Eddy, bagai hilang ditelan bumi. Selama bertahun-tahun petugas tak berhasil mengendus jejak Eddy.

Tertangkap Setelah Buron 22 Tahun
 22 tahun kemudian, barulah Eddy Sampak ditangkap kembali. Jejaknya terendus karena kelalaiannya mencantumkan nama di sebuah surat kabar! Ya, nama Eddy Sampak tertera dalam susunan “Pembina” sebuah suratkabar di Banten!!! Mengapa ia begitu ‘bodoh’ memakai nama aslinya?

Lantas, kemana saja Eddy Sampak selama buron? (tahukah Anda, dia pernah dua kali berurusan dengan polisi, tanpa ada yang tahu bila ia sesungguhnya adalah buronan kelas kakap?; Eddy Sampak bahkan pernah membangun mesjid di Sumatera Selatan…) Mengapa ia begitu sulit ditangkap? Benarkah Eddy Sampak punya ilmu menghilang?

Proses penangkapannya cukup mulus. Jauh pula dari kesan hiruk-pikuk lazimnya mencokok penjahat berbahaya. Tanpa todongan pistol, apalagi rentetan tembakan. Malah bentakan pun sepi. Mungkin lantaran sasarannya sudah sepuh.

Mula-mula petugas mengetuk pintu rumah target, Senin malam dua pekan silam. Rumah itu terletak di kawasan Jayanti, Tangerang, Banten. Berlagak sebagai tamu, petugas tadi menyapa ramah. ”Saya dari Garut,” ucapnya, sembari menyalami tuan rumah, seorang lelaki gaek.

Selagi tuan rumah keheranan, si tamu memborgolnya cekatan. ”Bapak ikut kami,” katanya. Tak lupa si tamu juga berpamitan pada nyonya rumah. Mereka kemudian meluncur menggunakan mobil Toyota Kijang yang diparkir dekat situ.

Lelaki gaek itu pasrah. Mulanya ia mengira diculik dan akan dibunuh. Setibanya mobil di Pemasyarakatan Militer (Masmil) Cimahi, Jawa Barat, barulah ia ngeh telah dicokok polisi militer. Berakhir sudah pelariannya selama 22 tahun.

Pria tua tadi tak lain Eddy Maulana Sampak, ”legenda hidup” perampok dan pembunuh berdarah dingin dari Cianjur, Jawa Barat. Terpidana mati yang saat itu berusia 67 tahun itu berhasil kabur dari Inrehab Cimahi (sekarang Masmil) pada 1984.

Tertangkapnya lagi bekas anggota Komando Distrik Militer (Kodim) 0806 Cianjur itu sangat melegakan Enung Sumpena, 65 tahun, saksi kunci kasus menggegerkan tersebut.

Petualangan Eddy Sampak
 Kaburnya Eddy bikin gempar lagi. Banyak pihak waswas, terutama Enung Sampena. ”Saya sampai stres karena takut,” tuturnya. Apalagi, selama bertahun-tahun petugas tak berhasil mengendus jejak Eddy.

Ke mana saja Eddy bertualang? Penuturan Eddy kepada petugas, dari Cimahi ia langsung ke Serang, Banten. Eddy kemudian mengantongi kartu tanda penduduk dengan nama Shiddiq. Dia kemudian berkeliling ke sejumlah kota, seperti Palembang, Lampung, Jambi, dan Bengkulu.

Eddy menggeluti banyak profesi. Dari pedagang hingga menjadi ustad. Lelaki asal Banten ini rajin mengirim wesel pos kepada istri ketiganya, Saeti, yang tinggal di rumah sederhana di Jayanti, Tangerang. Saeti, janda tiga anak asli Tangerang, dikawininya sebelum pembantaian itu terjadi.

Merasa aman, Eddy kemudian menetap di kota itu. Tak jelas sejak kapan. Menurut tetangganya, sudah sangat lama. Warga pun tahu siapa sebetulnya suami Saeti ini. Kepada warga, Eddy bilang kasusnya sudah selesai. Warga percaya.

Desember lalu, beberapa kenalan Eddy mengajaknya menerbitkan koran dan tabloid. Eddy setuju. Celakanya, ia nekat memakai kembali nama aslinya, kendati agak diubah susunannya: Maulana Eddy Sampak.

Nama ini tercantum dalam masthead di tabloid berita Alternatif dan koran Surya Pos Banten. Di dua media cetak itu, Eddy masing-masing menjadi pembina dan penasihat. Agaknya nama terang itulah yang tercium petugas keamanan. Eddy akhirnya tertangkap.

Ny. Saeti, 55 tahun, berharap suaminya bisa diampuni. ”Sudahlah, dia sudah tua, bungkuk dan tangannya sulit digerakkan,” ujarnya sedih. Tapi harapannya ini agaknya sia-sia.

Sebuah sumber di Polisi Militer Kodam III/Siliwangi mengatakan, Eddy tetap akan dieksekusi. ”Kami menunggu tim eksekutor untuk melaksanakan pidana mati Eddy Sampak,” kata sumber itu. Eddy sendiri dikabarkan pasrah.

Dendam Gagal Jadi Lurah
 Pembunuhan terhadap Serma Sutarjat dirancang oleh Eddy Sampak, karena dia merasa dendam terhadap rekannya
 itu. Pasalnya, karena Sutarjat, ambisi Eddy untuk menjadi Kepala Desa Nagrak, Kabupaten Cianjur, gagal
 total.

Berdasarkan dokumentasi pemberitaan “Pikiran Rakyat”, sejak Agustus-September 1979, diketahui Eddy Sampak sudah
 berkorban banyak untuk menjadi Kepala Desa Nagrak.

Dia gagal memenuhi kuorum pada pemilihan Kepala Desa Nagrak, 22 November 1978. Eddy hanya mendapat 786
 suara dari jumlah pemilih dua ribu orang. Sisanya menumpuk di bumbung tak bertuan.

Karena kondisi itu, Eddy tidak bisa menjadi kepala desa. Yang membuat dia semakin marah, Dandim 0608
 Letkol Kahya, malah menawarkan jabatan kepala desa sementara kepada Serma Sutarjat, rekan Eddy yang
 sama-sama bertugas di Kodim Cianjur.

Akan tetapi, menurut Suwangsih, saat itu Sutarjat menolak permintaan itu. Suwangsih mengatakan, almarhum
 suaminya pernah menceritakan “penugasan” atasannya itu kepadanya.

Kecewa dengan kekalahannya, Eddy menuduh panitia pemilihan melakukan permainan. Dia juga merasa Sutarjat dan Kahya telah menghalangi niatnya. Dia pun berniat membunuh keduanya.

Dari berbagai informasi yang diperoleh “Pikiran Rakyat” saat itu, beberapa minggu menjelang aksinya, Eddy sempat akan
 menyogok petugas jaga gudang senjata. Dia meminta petugas untuk mengeluarkan 250 butir peluru Carl
 Gustaf dan lima buah granat. Tapi petugas jaga itu menolak permintaan itu.

Namun, tampaknya dia berhasil mencuri senjata Carl Gustav dan pelurunya. Senjata itu yang dipersiapkannya
 untuk membunuh orang-orang yang dianggap menghalangi ambisinya, yaitu Sutarjat, Kahya, dan Bupati Cianjur
 saat itu Ir. Adjat Sudradjat.

Tampaknya, membunuh Kahya dan Bupati bukanlah hal mudah. Karena itu, dia susun sebuah rencana pembunuhan
 dan perampokan terhadap Sutarjat lebih dulu.

****************************************

Demikian ulasan ini saya himpun dari berbagai sumber tanpa menambah ataupun mengurangi informasi.

sumber : @YudiKristianto

Kamis, 13 Maret 2014

Diteror Bom, Karyawan Pabrik Garmen Dipulangkan

Ditulis oleh Kabar Cianjur on Selasa, 25 Juni 2013 | 03.42.00

CIANJUR, [KC].- Akibat mendapatkan teror bom, sebuah pabrik garmen CV. Karunia di Jalan Gatot Mangkupraja Kampung Cageundang Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur, Senin (24/6/2013) terpaksa meliburkan para karyawanya. Perusahaan tersebut lebih memilih membubarkan karyawan untuk memudahkan petugas melakukan penyisiran di sekitar areal pabrik.

Keterangan yang berhasil dihimpun menyebutkan, si peneror melakukan aksinya dengan menelepon ke kantor garmen tersebut sekitar pukul 13.05 WIB. Telpon tersebut diterima oleh staf perusahaan yang kemudian memberitahukan kepada atasanya. Adanya teror bom tersebut sontak membuat panik sekitar 300 pekerja yang tengah bekerja. Ratusan pekerja segera dibubarkan karena khawatir dengan ancaman tersebut.

Menurut staf Bagian Purchasing, Desti Natalia, penelepon misterius tersebut mengaku telah memasang bom di pabrik garmen CV. Karunia di Jalan Gatot Mangkupraja di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur. Sang peneror mengancam agar pihak perusahaan segera membubarkan para karyawanya, karena pabrik telah dipasangi bom.

"Saat saya tanyakan identitasnya, peneror itu langsung menutup teleponnya. Seperti terburu-buru," kata Desti Natalia, yang menerima langsung telepon peneror.

Namun tidak lama berselang, penelepon misterius tersebut kembali menelepon. Isi pembicaraannya masih sama. "Tapi bukan saya yang menerima teleponnya, tapi Yuli (pegawai lain), isi pembicaraannya sama. Dia (peneror) mengancam menyuruh membubarkan karyawan karena di dalam pabrik sudah dipasangi bom," kata Desti.

Sementara itu, aparat kepolisian di bantu TNI yang mendapatkan laporan, segera melakukan penyisiran di bangunan pabrik garmen CV. Karunia di Jalan Gatot Mangkupraja Desa Nagrak Kecamatan/Kabupaten Cianjur. Dengan menggunakan alat metal detector, petugas dengan teliti menyisir beberapa bagian lokasi pabrik.

Kabag Ops Polres Cianjur Kompol Hilman Muslim mengatakan, pihaknya belum bisa menyimpulkan hasil penyelidikan karena proses penyisiran masih berlangsung. Untuk pemeriksaan sementara, polisi hanya menggunakan metal detector.

"Tapi metal detector itu sebetulnya tidak terlalu efektif karena di dalam gedung sendiri banyak material metal (logam) yang mungkin nanti terdeteksi. Yang sangat diperlukan adalah kejelian dari petugas mengamati barang-barang yang dicurigai sebagai bom," kata Hilman.

Hilman mengatakan belum waktunya memanggil Tim Gegana untuk memeriksa adanya kemungkinan bom seperti yang diancam peneror dari balik telepon. Namun untuk kepentingan penyelidikan, seluruh karyawan terpaksa dibubarkan.

"Kita minta agar seluruh karyawan dibubarkan untuk kepentingan penyelidikan. Karena petugas harus menyisir beberapa lokasi pabrik yang tidak memungkinkan ada orang lain selain petugas," tandasnya.

Hingga akhirnya ternyata ancaman bom di pabrik garmen tersebut merupakan teror yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Petugas masih mengembangkan motiv penelepon yang mengancam para pegawai pabrik garmen. "Masih dalam pengembangan, apa maotif penelopon tersebut," tegasnya

Rabu, 12 Maret 2014

SEJARAH DESA NAGRAK


Kondisi Desa

            Secara Administrasi Desa Nagrak merupakan salah satu Desa dari 5 Desa yang ada di Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur. Jarak tempuh ke Kantor Kecamatan adalah 3 KM dan ke Ibu Kota Kabupaten 3,5 KM, dengan Luas Wilayah 422 Ha serta berbatasan dengan :

Sebelah Utara                     : Desa Limbangan Sari
Sebelah Timur                    : Desa Sukamaju          
Sebelah Selatan                  : Rancagoong
Sebelah Barat                     : Cibulakan

            Suhu di Daerah Desa Nagrak Kecamatan Cianjur sebagaimana desa lain mempunyai iklim musim kemarau dan penghujan, hal tersebut berpengaruh dalam kehidupan terutama terhadap pola tanam utamanya untuk pertumbuhan tanaman dan kelangsungan hidup binatang ternak, selain itu kondisi geografis Desa Nagrak umumnya merupakan Pegunungan, Pesawahan, Kolam  dan Pemukiman.


Sejarah Desa

            Desa Nagrak berdiri sekitar Tahun 1918 sejak berdiri hingga saat ini telah mengalami beberapa penggantian Kepala Desa diantaranya:

NO
NAMA KEPALA DESA
PERIODE
STATUS
1
Ece
1918 - 1926
Definitif
2
Suma
1926 – 1927
Definitif
3
Rd. Wirasukardi
1927 – 1942
Definitif
4
H. Sanusi
1942 – 1946
Definitif
5
Moh. Juarta
1946 – 1958
Definitif
6
Enjang Subrata
1958 -1961
Definitif
7
H. Tajudin
1961 – 1965
Definitif
8
Wijaya R.H
1965 – 1978
Definitif
9
Enjang Suhendi
1978 – 1979
PJS
10
Nano Sobandi
1979 – 1981
PJS
11
H. Sulaeman A.P
1981 – 1989
PJS
12
Nano Sobandi
1989 -1990
PJS
13
Neneng Sutisna
1990 -1998
Definitif
14
Endang sukarna
1998 – 1999
PJS
15
Neneng sutisna
1999 - 2007
Definitif
16
Dadan Buldan
2008 - 2014
Definitif
17
Dadan Buldan
2014 - 2020
Definitif